Dimas Setiawan :
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) 2/2017 tentang organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang diajukan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Di awal persidangan, kuasa hukum HTI, Yusril Ihza Mahendra langsung meminta nasihat kepada majelis hakim konstitusi tentang legal standing atau kedudukan hukum HTI sebagai pemohon. Dia khawatir gugatan HTI atas Perppu ormas ke MK akan sia-sia jika hakim nantinya menilai HTI tak memiliki legal standing dan dianggap tidak sah, karena pemerintah telah mencabut status badan hukum organisasi tersebut.
Apabila mengacu pada ketentuan pasal 51 ayat 1 UU MK, kata Yusril, pihak yang berwenang mengajukan permohonan uji materi UU ke MK adalah pihak yang merasa hak kewenangan dan konstitusionalnya dirugikan, termasuk badan hukum publik maupun privat.
Yusril lantas membandingkan permasalahan legal standing tersebut dengan perkara pidana. Dalam perkara pidana, suatu dakwaan akan gugur apabila terdakwa telah meninggal sedangkan pada perkara perdata akan diteruskan ke ahli waris.
Sementara dalam gugatan perkara di pengadilan tata usaha negara, menurut Yusril, pemohon tetap memiliki legal standing karena yang digugat adalah pembubarannya.
Menanggapi hal tersebut, anggota hakim I Dewa Gede Palguna menyarankan agar pemohon mempertimbangkan sendiri pihak yang akan mengajukan permohonan. Menurut Palguna, pemohon yang memiliki legal standing bisa diwakilkan oleh pengurus sesuai Anggaran Dasar/Rumah Tangga (AD/ART) seperti ketua, sekretaris, maupun juru bicara HTI.