PADANG, HARIANHALUAN.COM – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Wilayah Sumbar menemukan delapan proyek yang bermasalah di lingkungan Pemprov Sumbar. Keseluruhannya merupakan proyek pembangunan gedung. Hitungan BPK, ada ratusan juta kerugian negara akibat permasalahan tersebut.
Masalah pembangunan delapan gedung itu masuk ke dalam laporan BPK dan BPKP yang diterima DPRD Sumbar. Permasalahannya karena adanya kelebihan pembayaran. Komisi IV DPRD Sumbar sudah melakukan peninjauan ke proyek-proyek tersebut, Jumat (5/1).
“Masalahnya, pembayaran berlebih. Diantaranya pembangunan gedung UPTD Balai Pendidikan Latihan Koperasi, Dinas Ketahanan Pangan, Gedung Pengendali Inflasi, RS HB Saanin dan RS Achmad Mochtar,” terang Sekretaris Komisi IV DPRD Sumbar, Yulfitni Djasiran.
Dijelaskan Yulfitni, total uang yang harus dikembalikan ke kas daerah karena adanya kelebihan bayar ini adalah sekitar Rp234 juta.
“Kita harus menindaklanjutinya karena dana tersebut merupakan dana rakyat. Selain itu, seharusnya tak boleh ada sepeser pun kelebihan pembayaran pada proyek pembangunan manapun. Permasalahan yang terjadi harus diselesaikan sesegera mungkin,” ujar Yulfitni yang berasal dari Dapil Payakumbuh – Limapuluh Kota.
Yulfitni menjelaskan, kelebihan pembayaran terjadi karena penggunaan dana suatu proyek atau program yang melebihi dari plafon dana yang ada. Alhasil kelebihan pembayaran tersebut harus dikembalikan lagi ke kas negara. Menurut dia, usai laporan BPK diterima, semua PPTK sudah sepakat untuk mengembalikan kelebihan dana tersebut ke kas daerah.
“Seharusnya kelebihan pembayaran tak terjadi pada proyek pembangunan atau program jika aturan dipatuhi,” jelas Yulfitni.
Terkait peninjauan pada beberapa gedung baru tersebut, Yulfitni menilai tak ada masalah serius yang perlu dikritisi terkait pembangunan struktur gedung. Hanya saja pada gedung pengendalian inflasi yang terletak di Bypass, Padang. Ia memberi masukan agar kepadatan tanahnya diperhatikan. Di sana tanahnya masih belum memadat sehingga masih berkemungkinan terjadi penurunan ketinggian tanah. Alhasil nantinya akan berpengaruh pada ketahanan kontruksi gedung yang sudah dibangun.
“Gedung itu nantinya akan menjadi tempat penyimpanan kendaraan-kendaraan. Beban kendaraan tentu akan membuat tanah yang memang masih belum padat akan menjadi semakin cepat turun,” imbuhnya.
Yulfitni menyebut sudah memberikan catatan tentang hal tersebut pada PPTK yang bertanggung jawab pada proyek pembangunannya. Penyempurnaan diharapkan masih bisa dilakukan karena gedung itu memang masih dalam kondisi belum selesai 100 persen. Selain gedung pengendalian inflasi, beberapa gedung baru yang ditinjau sudah ada yang selesai pembangunannya, yakni Gedung UPTD Balai Pendidikan dan Latihan Koperasi. Pemanfaatan Gedung ini sudah bisa dilakukan. Sekarang tinggal hanya menunggu peraturan gubernur saja.
Gedung UPTD ini nanti bukan hanya bermanfaat untuk kegiatan UPTD Balai Pendidikan dan Latihan Koperasi saja. Namun juga untuk OPD-OPD lain. Selain itu juga bisa disewakan ke masyarakat umum. Pada gedung baru itu terdapat 30 kamar, dua ruang seminar/pelatihan dan satu aula.
“Dengan adanya gedung ini kita bisa menghemat dana puluhan juta rupiah untuk setiap agenda diklat. Ini dikarenakan dulu kita menggunakan jasa hotel, sekarang kita sudah punya gedung sendiri,” tukas kepala UPTD Balai Pendidikan dan Latihan Koperasi, Donny Ubany.
Yakin PAD Naik Hingga Rp4 Triliun
Selain persoalan temuan BPK, Wakil Ketua DPRD Sumbar, Arkadius Datuak Intan Bano meminta Pemprov komit untuk menggali sumber pendapatan baru di tengah menumpuknya beban anggaran pascaperalihan SMA/SMK ke provinsi. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kini Rp2,4 triliun, diharapkan bisa menjadi Rp4 triliun. “Jika tidak ditingkatkan, selain akan kesulitan memenuhi tingginya kebutuhan bidang pendidikan, pemerintah daerah juga akan sulit menaikkan belanja modal hingga di atas 20 persen,” ucapnya.
Sementara, sesuai aturan pusat belanja modal sebaiknya di atas rata rata nasional, yakni berada pada angka di atas 20 persen. Sementara untuk tahun 2018 sekarang Sumbar baru mampu menaikkan belanja modalnya hingga angka 17 persen. Dari tahun sebelumnya yang hanya dikisaran 15 persen. Ditambahkan Arkadius, Sumbar belum mampu memenuhi belanja modal di atas rata-rata nasional karena untuk peralihan SMA/SMK ke provinsi saja tersedot anggaran APBD sekitar Rp1,7 triliun.
“Dengan tingginya kebutuhan untuk bidang pendidikan tadi, saya pikir memang akan sulit mencapai belanja modal di atas rata-rata nasional. Kecuali pemerintah daerah komit mengelola sumber-sumber pendapatan yang kita miliki,” tutur Arkadius, Kamis (4/1).
Saat ini, terang dia, pemerintah daerah hanya menargetkan PAD diangka Rp2,4 triliun. Padahal jika semua sumber pendapatan digali ia yakin target PAD Sumbar bisa dinaikan hingga ke angka Rp4 triliun. Sumber-sumber pendapatan tersebut menurut dia tak harus bersumber dari pajak kendaraan.
Namun bisa juga digali sumber lain seperti dari pajak air permukaan, retribusi, pengelolaan kekayaaan dan keuangan daerah, deviden BUMD, dan pemberdayaan aset daerah yang saat ini nilainya mencapai Rp14,7 triliun.
Untuk mencapai semua ini, imbuhnya, harus ada keseiramaan antara DPRD yang ingin menaikkan target PAD dengan keinginan pemerintah daerah sebagai pelaksananya. “Tapi sayangnya sampai sekarang itu yang belum ada. Masih terjadi perdebatan-perdebatan. Satu sisi DPRD ingin menaikkan PAD di atas angka yang sekarang, di sisi lain TAPD bertahan dengan target yang mereka ajukan,” pungkas Arkadius.
Sebelumnya, Ketua Fraksi PDIP, PKB dan PBB DPRD Sumbar, Albert Hendra Lukman mengatakan banyaknya anggaran tersedot untuk kebutuhan pendidikan terjadi paska keluarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Dimana dalam aturan ini disebutkan, SMA/SMK yang sebelumnya berada di bawah tanggungjawab kabupaten/kota berpindah jadi kewenangan provinsi.
Albert menilai, mengatasi ini pemerintah daerah memang harus berfikir dari mana uang untuk membiayai semua program yang telah direncanakan. Utamanya yang berhubungan dengan kesejahteraan rakyat atau pembangunan. “Salah satu langkahnya bisa dengan menaikkan sumber-sumber pendapatan, salah satunya adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), itu harus digali,” tegas Albert.