DEPOK — Pemerintah Kota (Pemkot) Depok dikecam sejumlah pihak karena dianggap telah melakukan pembiaran keberadaan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) yang semakin marak di Kota Depok. Keberadaan LGBT di Depok sudah terang-terangan dan menjadi gaya hidup.
Hal itu terlihat dari maraknya keberadaan tempat berkumpulnya komunitas LGBT di mal-mal dan tempat-tempat hiburan karaoke, kafe, billiar, serta di rumah kos yang ada di Depok. Bahkan, LGBT di Depok dapat dengan mudah ditemukan di grup Facebook, selain dijadikan media komunikasi sekaligus juga menyediakan jasa prostitusi.
Hasil laporan LSM Komunitas Aksi Kemanusiaan Indonesia (KAKI) Kota Depok, selama Januari hingga Maret 2017 ditemukan 222 jumlah penderita HIV dan 140 di antaranya adalah gay.
Laporan LSM tersebut mendapat tanggapan Wali Kota Depok Mohammad Idris. “Silakan kasih laporan yang fakta dan aktual ke kami, pasti akan kami kaji. Jangan buat laporan lalu langsung siarakan ke media. Itu yang saya keberatan, maksudnya apa?” ujar Idris mempertayakan saat di wawancarai sejumlah awak media, Rabu (10/1).
Pemerhati masalah Kota Layak Anak (KLA) Jeanne Noveline Tedja mengecam sikap Wali Kota Depok yang tak sigap mengatasi masalah LGBT. “Saya mengucapkan ‘selamat’ kepada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok yang telah menjadikan Depok sebagai ‘Friendly City’ bagi kaum LGBT,” ucap wanita yang akrab disapa Nane saat dihubungi Republika.co.id, Rabu.
Nane sangat prihatin, di Kota Depok yang dikenal religius, komunitas LGBT tumbuh subur. Tentu, hal itu tidak sejalan dengan visi yang dicanangkan dalam RPJMD 2016-2021 yaitu menjadikan Kota Depok yang unggul, nyaman, dan religius.
Penyandang LGBT tentu sangat bertentangan dengan nilai-nilai religius, karena fitrah manusia adalah berpasangan (laki-laki dan perempuan). Selain itu dengan tumbuh suburnya komunitas LGBT membuat jumlah angka penderita penyakit HIV/AIDS juga meningkat di Kota Depok.
“Hal ini membuktikan bahwa tidak adanya pengawasan lingkungan yang dilakukan Pemkot Depok. Harus ada tindakan konkret dan tegas untuk membubarkan komunitas LGBT, jangan hanya menunggu laporan dan mengkaji laporan saja. Saat ini nyata sekali pemerintah tidak hadir dalam kehidupan masyarakat,” ujar Nane geram.
Kepala Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (DPAPMK) Kota Depok, Eka Bachtiar mengusulkan agar segera dibuatkan Peraturan Daerah (Perda) LGBT. “Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan stake holder terkait harus segera membahas masalah LGBT dengan dibuatkan perwal atau perda. Jangan sampai LGBT menjamur,” kata Eka.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Pemkot Depok Sidik Mulyono mengutarakan, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk melarang para LGBT melakukan komunikasi melalui media sosial (medsos). Namun, ada beberapa rencana pencegahan, antara lain dengan melakukan berbagai kegiatan, di antaranya memberikan literasi digital kepada masyarakat, khususnya remaja, melalui kegiatan sosialisasi bahaya dari dampak aktivitas LGBT.
“Dalam kegiatan ini disampaikan juga berbagai informasi serta bukti-bukti peristiwa mengebai maraknya LGBT dan bahayanya melalui media sosial dan media mainstream,” kata Sidik.
Wakil Wali Kota Depok Pradi Supriatna juga geram dengan maraknya LGBT. “Depok ini kota urban bagi semua penduduk, tetapi bukan berarti membolehkan semua bentuk aktivitas masuk di dalamnya apalagi untuk hal-hal yang menyimpang,” jelasnya.
Menurut Pradi, jika tidak diambil langkah secepatnya, ini sama saja membuang kotoran ke muka sendiri. Ia menjamin Pemkot Depok akan bertindak tegas, jika terindikasi ada tempat-tempat yang dijadikan prostitusi LGBT. “Bukan hanya untuk LGBT saja, tapi untuk semua tindakan asusila, kami akan awasi dan tertibkan. Alasan apapun, LGBT adalah tindakan menyimpang dan tidak bisa dibenarkan,” kata dia menegaskan.