PADANG, HARIANHALUAN.COM – Kuasa hukum Yusafni Ajo, terdakwa korupsi Rp62 miliar meyakini ada pihak lain yang terlibat dalam kasus yang menjerat kliennya. Dugaan itu disampaikan dalam persidangan lanjutan yang digelar, Senin (19/2) sore di Pengadilan Tipikor Padang.
Dugaan Bob Hasan, selaku kuasa hukum Yusafni bukan tanpa alasan yang jelas. Ia merasa ada yang janggal terkait pengalokasian Anggaran Biaya Tambahan (ABT) senilai Rp30 miliar, yang keseluruhannya dikucurkan ke Dinas Prasjaltarkim (kini Dinas PUPR) Sumbar. “Tanpa ada yang mengarahkan, tidak mungkin rasanya ABT seluruhnya untuk satu dinas,” papar Bob Hasan dihadapan majelis hakim yang memimpin jalannya sidang.
Namun, Bob Hasan tidak menyebut siapa pengarah yang dimaksudnya. Dia hanya menyebut ada kemungkinan pihak lain yang berperan dalam kasus ini. Yusanif sebelumnya dianggap cuma satu bagian dari kasus yang dianggap berjalan dengan sistematis. “Ada pihak lain yang mungkin saja berperan. Kemungkinan ada yang mengarahkan,” papar Bob Hasan.
Terlepas dari pernyataan Bob Hasan, dugaan perbuatan tersebut dilakukan secara sistematis semakin menguat. Dalam sidang terungkap, tahun 2012 ada Anggaran Biaya Tambahan (ABT) Rp30 miliar untuk Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman (Prasjaltarkim) Sumbar.
Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan enam orang saksi yang berasal dari Dinas Prasjaltarkim dan Tim Anggaran Pemerintahan Daerah (TAPD). Saksi Erik Satriadi yang merupakan pegawai non PNS di Dinas Prasjaltarkim bertugas sebagai Asisten pribadi Mai Halfrimengatakan, pada Agustus 2012 saksi diberitahu oleh Bapeda ada anggaran untuk Dinas Prasjaltarkim sebesar Rp30 miliar.
“Saya tidak tahu dana itu bersumber darimana. Setelah saya koordinasi dengan Kadis, ternyata Kadis sudah mengetahui dana itu, dan disuruh alokasikan untuk pembangunan jalan strategis,” kata Erik saat memberi kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Padang, Senin (19/1).
Saksi menerangkan, sebagai asisten pribadi, setiap tahun dia memasukkan usulan program dari masing-masing PPTK kegiatan. Biasanya, setiap tahun usulan tersebut ditambah 10 persen dari tahun sebelumnya. Nantinya, usulan tersebut yang akan dibahas oleh TAPD tentang berapa pagu indikatif untuk kegiatan. “Penambahab 10 persen itu diajarkan oleh atasan saya Pak Mai, sebagai anak buah saya hanya menuruti perintah. Apakah anggaran tersebut disetujui oleh TAPD, saya juga tidak mengetahui, karena tugas saya hanya memasukkan usulan secara umum saja,” terang saksi.
Selanjutnya, saksi Bobi Hasril, Kasi Program 2012 sampai 2013 mengakui dalam mengajukan anggaran pernah ada anggaran untuk pembebasan lahan untuk jalan strategis. Namun pihaknya hanya menerima usulan secara global dari masing-masing bidang, untuk kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya. “Saya tidak pernah lakukan pengecekan langsung kepada PPTK, karena di Dinas Prasjaltarkim terdapat banyak kegiatan, tidak mungkin kita lakukan cek secara detail,”kata Saksi.
Diakui saksi, pada 2013 memang ada usulan anggara Rp21 miliar untuk pembebasan lahan jalan strategis. Namun, di sana juga tidak disebutkan tentang luas tanah yang akan diganti serta siapa saja yang akan mendapatkan ganti rugi tersebut. “Sebagai Kasi Program saya berhubungan langsung dengan bidang-bidang, bukan dengan PPTK langsung,” terang Saksi.
Hal senada juga disampaikan Husni Yetrisa yang menggantikan Bobi sebagai Kasubag Program. Ia hanya mengakomodir usulan-usulan kegiatan masing-masing bidang dan mengusulkan kepada Bapeda. Pada 2014 juga ada usulan untuk pembesan lahan. “Saya langsung bekoordinasi dengan Kadis dan Kabid Teknis. Mereka mengatakan kalau masih membutuhkan anggaran untuk pembebasan lahan tersebut. makanya pada 2014 usulan tersebut kembali dimasukkan ke Bapeda,” jelas Saksi.
Namun, saksi tidak tahu berapa anggaran yang dialikasikan untuk pembebasan lahan tersebut, karena pengajuan usulan secara keseluruhan, tidak masing-masing kegiatan. Ia mengatakan dalam proses penggangaran tersebut hanya diajukan estimasi anggaran yang dibutuhkan. “Saya tahu kalau ada permasalahan pada saat 2016, dari awal tidak pernah tahu kalau ada permasalahan sebelumnya,” aku saksi.
Sementara, Zaenuddin, Kepala DPKD yang bertindak sebagai Sekretaris TAPD menjelaskan, dana Rp30 miliar merupakan dana Anggaran Biaya Tambahan (ABT) untuk Dinas Prasjaltarkim. Namun, TAPD membahas secara umum saja kegiatan yang ada pada Dinas Prasjaltarkim. Dijelaskannya, sepagai TAPD pengarah, ia hanya mensinkronkan kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah. Ia mengatakan, saat penyusunan anggaran di Musrembang disusun RKPD dan dituangkan ke dalam Renja SKPD. “Jadi, TAPD hanya membahas secara umum pada setiap SKPD. Tidak masing-masing kegiatan yang dilakukan oleh SKPD tersebut,” terangnya.
Sementara saksi Rini Sayori selaku anggota TAPD mengaku hanya mencocokkan pelaksana kegiatan serta hanya menerima pagu anggaran dari pengusul tanpa perincian. “Saya sebagai petugas verifikasi hanya melihat apakah sudah ada amdalnya atau belum. Cuma itu. Tidak sampai berapa luas tanah ataupun harga tanah tersebut,” kata Rini.
Saksi Yesi Maisa yang juga anggota TAPD mengakui setiap tahun usulan anggaran tersebut memang ada dan masuk. Namun, ia serta tim lainya tidak mempertanyakan kenapa anggaran muncul tiap tahun. “Kami hanya melihat kode rekening dan anggarannya, tidak sampai menentukan berapa harga tanah yang harus diganti rugi tersebut,” jelasnya.
Setelah mendengar seluruh keterangan saksi, majelis hakim yang dipimpin Irwan Munir dengan didampingi hakim anggota Emria dan Perry Desmarera menunda sidang hingga pekan depan. Serta memerintahkan JPU untuk menghadirkan saksi lainya di persidangan. “Pekan depan agenda masih mendengar keterangan saksi,” papar Irwan Munir.
Sebelumnya dalam dakwaan JPU yang dikatakan, perbuatan korupsi yang dilakukan Yusafni disebutkan dilakukan secara bersama. Perbuatan itu dilakukan sejak tahun 2012 sampai 2016, dalam kegiatan pengadaan tanah untuk sejumlah proyek di Sumbar. Total kerugian negara sebesar Rp62,5 miliar rupiah. Yusafnidisebutkan menyalahgunakan kewenangan, serta membuat SPj fiktif lebih dari satu.
Dia juga dianggap melakukan pengadaan tanah dengan cara memalsukan daftar nama pemilik tanah yang nantinya akan menerima ganti rugi, memotong anggaran, dan melakukan penggelembungan. Yusafni berbuat dalam dua jabatan berbeda. Tahun 2012, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Selanjutnya pada 2013 – 2016 selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Sejumlah proyek yang dijadikan ladang korupsi adalah proyek ganti rugi lahan di Jalan Samudera Kota Padang, ganti rugi lahan pembangunan Jalur II Bypas Padang, pembangunan Flyover Duku, Padang Pariaman, dan pembangunan Stadium yang juga di Padang Pariaman.
Uang hasil korupsi itu disebutkan JPU ditransfer ke sejumlah pihak dan dibelanjakan Yusafni. Khusus pemakaian pribadi, Yusafni setidaknya membeli mobil sebanyak 12 unit dalam kurun 2013 – 2016, sejumlah alat berat dan tanah di beberapa tempat. Tidak hanya untuk barang, dia juga melakukan transfer dengan nilai tak sedikit ke sejumlah perusahaan dan orang. Mulai ke CV Kambang Raya yang merupakan miliknya, lalu ke PT Trakindo, PT Serumpun Indah Perkasa, PT Hexindo Adi Perkasa, CV Aulia dan PT Lybas Area Consrtuction Raya. Beberapa nama juga disebut menerima transferan dari Yusafni, mulai dari Weni Darti, Nasrizal, Elia Harmonis dan Elfi Wahyuni. Namun tidak disebutkan jaksa secara terperinci, untuk apa uang itu disetorkan.