Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Jakarta: Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin tengah berupaya agar ongkos ibadah haji dan umroh tak melambung tinggi. Bertambahnya biaya dipengaruhi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditetapkan Pemerintah Arab Saudi.
Lukman menuturkan, kenaikan tersebut tidak hanya berlaku di Indonesia saja, tapi juga negara lain. PPN yang ditetapkan Pemerintah Arab Saudi itu naik hingga 5 persen.
“Itu tidak ada pengecualian. Kalau terpaksa biaya haji naik, kami berupa agar naiknya dalam batas rasional dan bisa dijangkau oleh jemaah haji,” kata Lukman usai menghadiri peresmian Perhimpunan Pengasuh Pesantren Indonesia di Ponpes Darunnajah, Jakarta Selatan, Minggu, 7 Januari 2018.
Kenaikan PPN sebesar 5% itu akan memengaruhi biaya kendaraan, hotel, makanan, dan minuman. Kebijakan itu mulai diberlakukan Pemerintah Arab Saudi sejak 1 Januari 2018.
Sementara itu, Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama Nizar Ali mengatakan, Kementerian Agama masih menghitung berapa potensi penaikan ongkos haji yang akan dibebankan kepada calon jemaah.
“Dari situ akan ada komunikasi berapa biaya yang dibebankan kepada jemaah yang disebut BPIH dan berapa yang ditanggung indirect cost,” ungkap Nizar beberapa waktu lalu.
Jika menggunakan rata-rata nasional dengan biaya haji sebesar Rp34.890.000 per orang, tentu penaikan pajak 5 persen yang ditetapkan Arab Saudi akan sangat memberatkan calon jemaah.
Kementerian Agama bisa saja memberikan subsidi agar tak terlalu memberatkan jemaah, namun itu tergantung hasil pembahasan dengan DPR RI. Boleh jadi biaya haji akan naik namun diupayakan tak terlalu signifikan.
“Secara rasional (penaikannya) Rp900 ribu sampai Rp1 juta, itu yang reasonable dalam konteks ini,” katanya.
Nizar mengatakan, pemerintah juga bisa menggunakan cadangan dana haji untuk memberikan subsidi. Selama ini, kata Nizar, biaya yang dibebankan kepada jemaah meliputi tiket pesawat PP Indonesia-Arab Saudi, sebagian biaya hotel di Mekah, dan biaya hidup selama di Arab Saudi sebesar 1.500 riyal. Sementara biaya operasional sisanya diambil dari indirect cost atau dana optimalisasi setoran awal.
Jika kemudian komponen layanan naik misalnya konsumsi maka yang semula ditanggung oleh indirect cost akan dialokasikan ke direct cost. Pengurangannya bisa diambil dari biaya hidup di Arab Saudi yang sebelumnya 1.500 riyal bisa turun menjadi 1.000 riyal yang kemudian diarahkan ke pembebanan biaya konsumsi.
“Yang paling mungkin disubsidi ya indirect cost, konsumsi, pemondokan, dan lain-lain yang bisa diolah dari pemanfaatan dana haji,” jelas Nizar.