PADANG – Lima Hari Padang dan sekitarnya diguncang gempa, Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Padang Panjang Mamuri akhirnya angkat bicara. Ia mengungkapkan ada tiga penyebab terjadinya gempa yang disebabkan adanya tiga faktor subduksi lempeng.
Dalam press rilisnya Kasi Data dan Informasi BMKG, Mamuri mengungkapkan Dalam lima hari ini sebagian besar masyarakat Sumatera Barat telah merasakan 3 kali getaran yang disebabkan oleh gempabumi tektonik.
Menurutnya, Seringnya gempabumi diwilayah Sumatera Barat lebih disebabkan oleh 3 faktor yakni Zona Sunduksi yaitu pertemuan dua lempeng tektonik besar lempeng Samudera Hindia menghujam bawah lempeng Benua Eurasia, Sesar Mentawai merupakan Sesar mendatar yang dipicu oleh adanya proses penujaman miring yang terjadi di sekitar kepulauan Mentawai dan Sesar Sumatera yang terjadi akibat adanya lempeng Indo-Australia yang menabrak bagian barat pulau Sumatra secara miring, sehingga menghasilkan tekanan dari pergerakan ini. Karena adanya tekanan ini, maka terbentuklah sesar Sumatra yang membentang mulai dari Aceh sampai Lampung.
Sebaran kejagian Gempabumi yang dirasakan oleh masyarakat Sumatera Barat.
Dari Pantauan BMKG Padang panjang gempabumi yang pertama dirasakan pada Selasa, 17 Juli 2018 pada pukul 07.02.34 WIB, dengan kekuatan M=4.0 SR. Pusat gempabumi ini berada di darat pada koordinat 0,23 Lintang Selatan dan 100.37 Bujur Timur, sekitar 08 kilometer Utara BUkittinggi, pada kedalaman hiposenter 7 kilometer . Gempabumi ini dirasakan oleh masyarakat Bukittinggi, Padang Panjang, dan Patakumbuh.
Berdasarkan laporan dari masyarakan goncangan tersebut dirasakan Bukittinggi IV MMI, Padang panjag III MMI, Payakumbuh II MMI atau II Skala Intensitas Gempabumi BMKG (SIG-BMKG). Jika kita memperhatikan letak sumber gempabumi tersebut dengan kedalaman hiposenter yang dangkal ini mencirikan sebagai aktifitas sesar sumatera, khususnya segmen Sianok. Segmen Sianok memanjang dari sisi timur danau Singkarak melewati sisi Barat Daya Gunung Marapi hingga Ngarai Sianok, panjang segmen ini sekitar 90 km. Gempa terbesar pernah tercatat pada tanggal 4 agustus 1926 sebesar 6,8 SR, dengan pusat hancuran antara Bukittinggi dan Danau Singkarak, data terbaru mencatat bahwa 6 Maret 2007 terjadi dua kali gempabumi dengan magnitudo 6.4 SR dan 6.3 SR dan juga gempabumi merusak pada segmen ini yang mengakibatkan kerusakan di Batusangkar, Padang Panjang dan Solok. Segmen Sianok mempunyai kecepatan pergeseran 23 mm/tahun dengan tipe pergeseran strike-slip (mendatar).
Disusul dengan gempabumi yang kedua tepatnya pada Hari Sabtu, 21 Juli 2018, pukul 02.58.09 WIB, wilayah Samudera Hindia Pantai Barat Sumatera diguncang gempabumi tektonik.
Hasil analisis BMKG menunjukkan informasi awal gempabumi ini berkekuatan M=5,3 yang selanjutnya dilakukan pemutakhiran menjadi M=5,2. Episenter gempabumi terletak pada koordinat 1,73 LS dan 99,81 BT, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 44 km arah timur laut Kota Tua Pejat, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Propinsi Sumatera Barat pada kedalaman 23 km.
Gempabumi ini termasuk dalam klasifikasi gempabumi dangkal akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi ini dipicu oleh penyesaran naik (thrust fault).
Dampak gempabumi berdasarkan Peta Tingkat Guncangan (Shakemap BMKG) menunjukkan bahwa guncangan dirasakan antara lain di daerah Padang pada skala II SIG-BMKG atau III MMI dan Pariaman pada skala I SIG-BMKG atau II – III MMI. Hal ini sesuai dengan hasil laporan masyarakat bahwa gempabumi ini dirasakan di Padang, Pariaman, dan kepulauan Mentawai II SIG-BMKG (II-III MMI). Padang Panjang, Bukit Tinggi, Painan I SIG-BMKG (I-II MMI). Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempabumi tidak berpotensi tsunami. Hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya 6 kali aktivitas gempabumi susulan (aftershock), dengan kekuatan kekuatan yang paling besar M=4,7. Kepada masyarakat dihimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Sore harinya giliran wilayah Solok dikagetkan dengan goncangan gempabumi, tepatnya Hari Sabtu, 21 Juli 2018, pukul 14.58.17 WIB, wilayah Kabupaten Solok diguncang gempabumi tektonik. Hasil analisis BMKG menunjukkan informasi awal gempabumi ini memiliki kekuatan M=5,5 yang selanjutnya dilakukan pemutakhiran menjadi M=5,4. Episenter gempabumi terletak pada koordinat 1,07 LS dan 100,55 BT, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 15 km arah barat daya Kota Solok, Kabupaten Solok, Propinsi Sumatera Barat pada kedalaman 14 km.
Gempabumi yang terjadi di Kabupaten Solok ini, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, merupakan jenis gempabumi tektonik kerak dangkal (shallow crustal earthquake) yang terjadi akibat aktivitas Zona Sesar Sumatera (Sumatera Fault Zone) pada segmen Sumani. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi ini dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan jenis sesar geser mendatar (Strike Slip).
Dampak gempabumi berdasarkan Peta Tingkat Guncangan (Shakemap BMKG) menunjukkan bahwa guncangan dirasakan antara lain di daerah Kota Padang dan Painan I-II SIG (II-V MMI). Sesuai dengan laporan dari masyarakat, gempabumi ini dirasakan di Gunungtalang II SIG BMKG (V MMI), Kota Padang II SIG BMKG (III-IV MMI), Bukittinggi II SIG BMKG (III MMI), Padang Panjang dan Padang Pariaman I-II SIG BMKG (II-III MMI), dan Sawahlunto I SIG BMKG (II MMI). Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempabumi tersebut. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempabumi tidak berpotensi tsunami
Sehubungan dengan kejadian gempabumi yang dirasakan diwilayah Sumatera Barat, masyarakat khususnya di Wilayah Sumatera Barat dihimbau agar tetap tenang dan selalu meningkatkan kewaspadaan bahwa gempabumi setiap saat dapat terjadi. Mengingat wilayah Sumatera Barat merupakan daerah yang berpotensi gempabumi. Gempabumi bia terjadi sewaktu-waktu karena gempabumi sampai saat ini belum bisa di prediksi.
Gempa Tidak Harus Ditakuti Tetapi Perlu Diwaspadai
Sementara itu, Kepala BPBd Padang Edi Haymi mengatakan mengatakan, gempa bumi tektonik adalah peristiwa alam yang wajar terjadi di Kota Padang berdekatan dengan sumber gempa yakni kepulauan Mentawai.
“Karena kita berada di dekat sumber gempa bumi yaitu di lautan hindia, ada daerah subduksi (pertemuan 2 bagian lempeng kulit bumi) dan di darat ada beberapa sesar (rekahan kulit bumi),” katanya.
Rata-rata, tiap hari tercatat satu kali gempa di sekitar Padang yang umumnya berkekuatan kecil.
Gempa berkekuatan kecil berarti sumber gempa jauh di laut sehingga tidak dirasakan manusia hanya tercatat oleh seismograf.
Kemudian rata-rata tiap bulan terjadi satu kali gempa yang dirasakan manusia di Padang
Lalu, rata-rata dalam satu tahun ada satu kali gempa kuat yang merusak bangunan di Padang, Sumatera Barat.
Edi mengatakan, gempa tidak untuk ditakuti.
“Tapi kita harus hidup harmonis bersama gempa. Dengan mengenal dan melakukan langkah persiapan, membuat bangunan yang memenuhi syarat ketahanan gempa. Menyusun rencana untuk saat kejadian gempa,” tutupnya. (RI)